Jumat, 03 Mei 2013

Cara Instalasi LINUX UBUNTU

Cara instalasi LINUX UBUNTU

1.Masukkan CD Installer ke perangkat CD / DVD-ROM dan reboot komputer untuk boot dari CD.
Tunggu sampai CD termuat ...

2.Anda akan melihat wallpaper dan jendela instalasi. Pilih bahasa dan klik tombol "Install Ubuntu 10.04
LTS" untuk melanjutkan ..



3.Layar kedua akan menampilkan peta bumi. Setelah pemilihan lokasi, waktu sistem akan menyesuaikan.
Klik tombol "Forward" setelah Anda memilih lokasi yang Anda inginkan ..
4.Pada layar ketiga, Anda dapat memilih layout keyboard yang diinginkan.
Klik tombol "Forward" bila Anda telah selesai dengan konfigurasi keyboard ...
5.Anda memiliki empat pilihan di sini:
  Jika Anda memiliki sistem operasi lain (misalnya Windows XP) dan Anda ingin sistem dual boot, pilih :
  1. Pilihan pertama : "Instal mereka berdampingan, memilih di antara mereka pada setiap startup."
  2. Pilihan Kedua : "Jika Anda ingin menghapus sistem operasi yang ada, atau hard drive sudah kosong dan Anda ingin agar installer secara otomatis mempartisi hard drive Anda, pilih pilihan kedua, "Gunakan seluruh disk (Use entire disk)"
  3. Pilihan Ketiga : "Gunakan ruang terbesar bebas terus-menerus" dan akan menginstal Ubuntu 10.04 di ruang unpartitioned pada hard drive yang dipilih.
  4. Pilihan Keempat : "Tentukan partisi secara manual" dan dianjurkan HANYA untuk pengguna tingkat lanjut, untuk membuat partisi khusus atau memformat hard drive dengan filesystem lain dari yang default. Tetapi juga dapat digunakan untuk menciptakan partisi / home, yang sangat berguna jika Anda menginstal ulang seluruh sistem.

6.Tabel partisi akan terlihat seperti gbr di atas. Klik tombol "Forward" untuk melanjutkan instalasi ...
7.Pada layar ini, isi kolom dengan nama asli Anda, nama yang ingin Anda gunakan untuk login di Ubuntu
OS (juga dikenal sebagai username yang akan diminta untuk log in ke sistem), password dan nama
komputer (secara otomatis, tetapi bisa ditimpa).
8.Juga pada langkah ini, ada sebuah opsi bernama "Login secara otomatis". Jika Anda mencentang kotak
pada pilihan ini, Anda akan secara otomatis login ke desktop Ubuntu. Klik tombol "Forward" tombol
untuk melanjutkan ...
9.Ini adalah langkah akhir instalasi. Klik tombol “Install”.
10.Ubuntu 10.04 LTS (Lucid Lynx) akan terinstall...
11.Setelah beberapa menit (tergantung spesifikasi komputer Anda), sebuah jendela pop-up akan muncul,
yang memberitahukan bahwa instalasi selesai, dan Anda harus me-restart komputer untuk
menggunakan sistem operasi Ubuntu yang baru diinstal. Klik tombol "Restart Now"...

12.CD tersebut akan keluar otomatis; keluarkan dan tekan "Enter" untuk reboot. Komputer akan direstart
dan dalam beberapa detik, Anda akan melihat boot splash Ubuntu ...
13.Pada layar login, klik nama pengguna Anda dan masukan password Anda.
Klik "Log In" atau tekan Enter ...

14.Tampilan Desktop Ubuntu 10.04 LTS (Lucid Lynx).
Share:

Kamis, 25 April 2013



Asal Mula Permusuhan Aremania vs Bonekmania

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhU0V29SmXohTFcrhAaRf0gRKcOpxECztIVKQDUmNW4cfLi_r4n2nKs2IbeMPOjH2ktyxJpuxw2tSTQzKSeWFWIxlOiv26dMF5SeL3dXE33Lz-nnwB8YwzXV74afGHVaxKRDc4CTh-sJVg/s1600/27542_127049303992523_3237_n.jpg
Seperti di ketahui, antara Malang-Surabaya ada dua kelompok suporter (Aremania & Bonek) yang sangat eksis dan terkenal. Dan dari kedua kubu juga seakan-akan tidak ada kata damai dan akan selalu bermusuhan (meski ada sebagian kecil yang tidak setuju dengan hal ini). Akan tetapi masih banyak dari kedua kubu juga tidak mengetahui kenapa sih koq mereka bermusuhan.
Dalam kesempatan kali ini, ayas mendapatkan satu  ulasan yang cukup menarik yang membahas tentang sumber perseteruan kelompok supporter Aremania dan Bonek. Berikut disampaikan dalam akun FB samMas Arif Yusuf  di salah satu forum diskusi di FB.
” Menurut ayas (mohon maaf jika ada yg tak setuju/tak sependapat/tersinggung)
awal mula perseteruan suporter sepakbola Malang-Surabaya (saya tdk menyebutnya AREMANIA-BONEK) karena “GENGSI DAERAH”, masing-masing menganggap kotanya lebih kuat dan lebih hebat. Alasan saya, baik berhubungan dengan sepakbola atau tidak adalah:
Pada saat konser Kantata Takwa di Tambaksari pada 23 Januari 1990, tepat di depan panggung pada sekitar 30 menit pertama “dikuasai” arek-arek Malang sambil meneriakkan “Arema…Arema…Arema”. Arek-arek Suroboyo sebagai tuan rumah pun harus minggir dan “terkalahan”. Namun setelah itu, arek-arek Suroboyo yang jauh lebih banyak mulai bersatu dan “memukul mundur” arek-arek Malang hingga harus keluar dari Tambaksari. Di luar stadion, tawuran terus dilakukan hingga arek Malang sampai di stasiun (Gubeng???)
Tawuran pada konser Sepultura (juga di Tambaksari) pada bulan Juni 1992 kalo nggak salah. Kali ini arek-arek Suroboyo sudah siap dan menguasai depan panggung mulai awal. Arek Malang langsung dihalau begitu masuk Tambaksari. Tawuran di luar stadion juga seru (katanya, ayas tidak ikut saat itu, heheheee….)
Suporter sepakbola Malang pada saat itu (akhir tahun 80-an dan awal 90-an) berasal dari peleburan para “korak” atau geng-geng yang sebelumnya sangat gemar tawuran antar-kampung hingga cukup banyak memakan korban. Dengan dimediatori Bung Ovan Tobing, mereka akhirnya berdamai dan pada akhirnya menyatu dalam benderai “AREMA” (tanpa “NIA), yang artinya “Arek Malang”. Merekalah yang akhirnya sangat setia mendukung tim asal Malang (baik Persema maupun Arema). Dengan latar belakang seperti itu, suporter Malang (masih) sangat2 bangga jika dicap “perusuh” dan “pemberani”. Sebagai contoh, supporter Malang pernah “mengusir” dan “membersihkan” supporter Gresik di kandangnya sendiri, Stadion Tri Dharma Gresik pada saat Persema vs Persegres. Nyanyian “Moleh Tawur…Moleh Tawur” selalu bergema di Gajayana jika tim Malang kalah.
Kecemburuan suporter Malang pada pemberitaan media (kala itu). Contoh, ketika Arema/Persema menang, pemberitaannya sangat2 kecil, mungkin hanya satu kolom. Sementara pemberitaan Persebaya sangat besar dan hampir selalu menjadi headline (meski hanya berlatih atau sekedar mengisi waktu senggang). NB: Paling tidak yg diberitakan media terbesar Jawa Timur.
Dedengkot-dedengkot Persebaya dulu (yg saya ingat H.Barmen & Mudayat) sangat2 meremehkan & merendahkan tim-tim Malang. Beliau katakan tidak ada ceritanya Persebaya bisa dikalahkan tim2 asal Malang, menahan imbang saja mereka (tim2 Malang) sangat kesulitan. Pernyataan itu ditulis di media yg tadi saya sebutkan. Hal ini tentunya sangat menyakiti dan menyulut sensitivitas suporter Malang yang selalu direndahkan (orang Surabaya) dan dianaktirikan (media terbesar Jatim). Terlebih, ada isu bahwa suporter Surabaya (belum bernama BONEK) akan “ngluruk” ke Malang. Merasa tertantang, AREMA sudah siap mencegat bonek di Lawang. Namun sampai pertigaan Karanglo, Singosari, AREMA yg hendak ke utara dihalau dan ditangkapi polisi/Kodim. Akhirnya, sebagian suporter melampiaskan kemarahannya dengan memecahi kaca2 mobil plat L. Sementara di Gajayana sendiri, bentuk perlawanan terhadap dedengkot Surabaya diwujudkan dalam dua spanduk bertuliskan “Kalahkan Persebaya, Bungkam Mulut Besar Barmen dan Mudayat” dan “Barmen & Mudayat Haram Masuk Kota Malang”.
(Judul) berita di media yg cukup mujarab mengadu domba. Contoh (yg lagi2 saya ingat) ” Pemain Persebaya Dijadikan Sansak Hidup Pemain Persema” dalam laga Persema vs Persebaya, yang memang sebelumnya diprediksi akan panas menyusul pernyataan Barmen dan Mudayat. Dalam laga yg saya saksikan sendiri itu, Persema pemanasan di gawang selatan dan Persebaya di gawang utara. Setelah koin tost, ternyata posisinya berpindah (Persema ke utara, Persebaya ke selatan). Pada perpindahan itulah beberapa pemain Persema sengaja menabrak pemain Persebaya hingga ada yang terjatuh. Inilah yang ditulis koran tersebut dengan ” Pemain Persebaya Dijadikan Sansak Hidup Pemain Persema”. Saya bisa memahami kemarahan arek-arek Suroboyo akibat isi berita dari judul tersebut.
Pembalasan supporter Surabaya di Gresik dalam laga Persema vs Persegres setelah laga panas Persema-Persebaya sebelumnya, plus provokasi media. Ayas adalah saksi hidup dan selamat dari peristiwa itu. Ayas melihat sendiri arek2 Suroboyo membawa ketapel, pentungan, batu, hingga pisau untuk mensweeping arek Malang di stadion. Arek2 Suroboyo selalu mengatakan “goleki arek Malang, goleki arek sing ngomonge walikan, pateni arek Malang, pendem arek Malang”. Tulisan Persema di papan skor diambil dan dibakar. Sedikit koreksi tulisan Cak Donde Nymphetamine, jika dikatakan Pemain Persema baik2 saja, ayas kurang setuju. Sebab, ketika masuk lapangan saja Persema sudah diangkut mobil panser/trantis. Setiap kali pemain Persema melakukan lemparan ke dalam, mereka selalu dilempari dan dipukuli supporter Surabaya (bukan supporter Persegres). Bench cadangan pun dilempari dan ditusuk2 kayu bendera. Berkali-kali pertandingan dihentikan karena penonton Surabaya masuk dan menyerbu pemain Persema. Puncaknya, pertandingan dihentikan dan pemain Persema kembali dimasukkan di mobil panser di tengah lapangan.setelah itu ayas pulang dan tak tahu hasil akhir (yang ternyata Persema kalah) Terus terang, pada saat itu ayas sangat2 bersyukur karena keluar dari stadion dan pulang sampai Malang dalam keadaan selamat. Ayas tidak tahu tentang adanya korban di bunderan Apollo Gempol dan akhir tol Gresik karena setahu ayas, AREMA yg naik truk telah dicegat dan dipulangkan aparat saat masuk pintu tol Gempol. selain itu, isu di Malang justru mengatakan sebaliknya.
Menurut ayas, hal-hal itulah yang mengawali perseteruan supporter Malang-Surabaya (sekali lagi, bukanBONEK-AREMANIA) Dan permusuhan itu terus berkembang sampai sekarang.”
Melihat ulasan di atas, menurut ayas ada satu poin yang sangat penting yang membuat suasana panas menjadi semakin panas, yaitu media. Memang selama ini porsi pemberitaan tentang konflik antara Aremania vs Bonek(khususnya media wilayah Jatim seperti koran Jawa Pos, Surya, media internet beritajatim.com dan lain2) hampir dapat dipastikan apabila ada kejadian, maka pihak Aremania akan selalu mendapat pemberitaan yang seakan2 Aremania adalah terdakwa atau pihak yang bersalah. Padahal dalam kejadian sebenarnya seorang anak kecilpun tahu, bahwa banyak kejadian yang sebenarnya di mulai oleh ulah Bonek. Maka dalam hati para nawak Aremania akan dapat dipastikan muncul rasa tidak terima, sehingga rasa permusuhan itu akan tetap terpelihara.
Ayas sebagai orang yang telah memproklamirkan diri sebagai Aremania sebenarnya sangat tidak menginginkan adanya permusuhan dengan pihak manapun, akan tetapi jika permusuhan itu perlu, maka ayas juga tidak akan lari dari kenyataan tersebut.Hehehehehehe asal tidak menjarah dan merampok ataupun ublem stadion dengan tidak ngrayab!
Jika nawak kurang setuju dengan sedikit ulasan ini monggo2 aja. Bila punya data dan fakta lainnya, ayas bisa menerima masukan. Matur tengkyu.







Share:


Awal mulanya Permusuhan VIKING dan the jack

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjcFsugt1VVx0fkdyv86oKraHgSwUyIeWnrRcE14aqWnKqpEe0zj5iEzdV4O8vAfuZlkGRda7jL0ZBUMqOot1hRqOt8rmoXMmxCjUxXYNTLRAlKL5G7I_zWATAPjKbPFYBIeAM1GZ4SOxw/s1600/viking+vs+the+jack.jpg
Banyak yang tidak tahu dan bertanya, bagaimana sebenarnya permusuhan Viking dengan the Jak bermula. Mengapa timbul rasa benci dalam benak masing-masing dari mereka. Hingga kini, keduanya masih saja berseteru. Bahkan semakin meruncing. Penyebabnya sepele dan manusiawi, rasa iri. Iri hati dan sirik inilah yang membuat keduanya bermusuhan. 

Rentang waktu 1985 hingga 1995 adalah masa keemasan Persib. Sementara Viking yang berdiri tahun 1993 begitu setia mendukung klub kebanggaan warga Jawa Barat itu. Dimanapun Persib bermain, disana pasti ada Viking. Termasuk jika bermain di Jakarta. Semua menjadi lautan biru. Inilah yang membuat anak muda ibukota iri. Selain kejayaan Persib kala itu, kesetiaan Viking membuat hati mereka panas. Saat itu muda-mudi betawi baru mampu membentuk kelompok kecil bernama Persija Fans Club. Walaupun begitu, kebesarkepalaan mereka sudah sangat menjadi. Hingga terjadilah insiden di stadion Menteng. 

Saat Persija menjamu Maung Bandung pada Liga Indonesia ke-2. Viking membirukan Ibukota dengan sekitar 9000 anggotanya. Sementara Persija Fans Club hanya berjumlah tak lebih dari 1000 orang. Rupanya bocah-bocah betawi itu tak rela kandangnya dikuasai supporter kota lain. Mereka pun membuat ulah. Seakan lupa jumlah mereka tak lebih dari 10% anak-anak Bandung. Hingga akhirnya, mereka mendapatkan akibatnya. Dengan kuantitas yang hanya satu tribun VIP, lemparan batu diarahkan Viking pada lokasi mereka menonton. Dan itu dilakukan Viking di Jakarta. Hal yang tidak berani dilakukan bocah Jakarta di Kota Kembang. 

Singkat cerita, pada tahun 1997, muda-mudi ibukota ikut-ikutan membentuk perkumpulan supporter. Mereka menamakannya the jakmania. Kebodohan the jak terekspos keseluruh negeri ketika mereka tak berdaya menghadapi Viking dalam kuis Siapa Berani. Kuis yang 
menguji wawasan dan kemampuan berpikir. Itu merupakan edisi khusus kuis  Siapa Berani, edisi supporter sepak bola. Menghadirkan Viking, the jak, Pasoepati (Solo), Aremania, dan ASI (Asosiasi Suporter Indonesia). Pemenangnya, Viking. Perwakilan Viking berhasil melewati babak bonus danberhak atas uang tunai 10 juta rupiah. Seperti biasanya, rasa iri dari the jak muncul. Malu dikalahkan di kotanya sendiri, ketua the jak saat itu, Ferry Indra Syarif memukul Ali, seorang Viker yang menjadi pemenangkuis. Sungguh perbuatan yang tidak pantas dilakukan oleh seorang ketua.Ketuanya saja begitu, apalagi anak buahnya? Kejadian itu terjadi di kantin Indosiar, ketika dilangsungkannya acara pemberian hadiah. Kontan keributan sempat terjadi, namun berhasil diatasi. 

Kesirikan the jak tak sampai disitu. Mereka menghadang rombongan Viking dalam perjalanan pulang menuju Bandung, tepatnya di pintu tol Tomang. Anak-anak Bandung yang berjumlah 60 orang pulang dengan menggunakan dua mobil Mitsubishi Colt milik Indosiar dan satu mobil Dalmas milik kepolisian. Ketiga mobil ini dihadang sebuah Carry abu-abu. Dua lolos, namun nahas bagi salah satu Mitsubishi Colt yang ditumpangi para anggota Viking. Mobil itu terperangkap gerombolan the jak. Kontan, mobil dirusak, Viking disiksa, dan uang para pendukung pangeran biru itu pun dijarah. Termasuk handphone dan dompet mereka. Tercatat sembilan anggota Viking mengalami luka-luka. Tiga diantaranya terluka parah. Namun sayang, pihak kepolisian lamban dalam menyelesaikan kasus ini. Termasuk dalam 
menangkap the jak yang merampok dan menganiaya anggota Viking Persib Club. 

Hingga saat ini perseteruan kedua kelompok supporter itu masih terus berlanjut. Viking, yang memiliki anggota terbanyak di Indonesia, memiliki kreatifitas tinggi, terbukti dengan julukan “Bandung kota mode,musik, dan seniman” (bahkan the jak pun belanja ke Bandung), dengan thejak yang memiliki title kota ibukota. Entah kapan ini berakhir. 

Menarik sekali membahas pertemuan Persib dan Persija karena dua klub ini merupakan dua klub legendaris dan memiliki sejarah besar sejak zaman Perserikatan dulu. Aroma klasik dan dendam selalu mewarnai pertandingan ini. Mungkin tensi pertandingan ini setara dengan Inter vs Juventus di Serie-A atau Barcelona vs Real Madrid di La Liga. Berbicara tentang klub, tentu tak lepas dari suporter. Ini yang cukup menarik. The Jak dan Viking sejak dulu selalu berseteru di dalam dan luar lapangan. Teror kepada pemain Persib dan Persija selalu terjadi setiap kedua tim itu bermain di Bandung ataupun Jakarta. Bentrokan antar kedua kubu acapkali terjadi. 

Apakah hanya Viking musuh The Jak? Setelah saya “berjalan-jalan” di dunia maya ternyata bukan hanya Viking yang membenci The Jak. Bonek, La Viola, Persipura mania, kabomania, bahkan North Jak yang sekota dengan The Jak pun sangat membenci suporter oranye itu. Mungkin ini salah satu alasan Viking membenci the jak?? Bisa dibilang musuh the jak sahabat viking, sahabat The Jak berarti musuhnya Viking. Ditambah lagi ada film Romeo-Juliet yang kontroversial justru memperparah permusuhan The Jak 
dan Viking. Patutkah Kebencian Ini terus ada??? 

Rasanya memang susah menghapuskan luka dan dendam yang sudah ada. Memang permusuhan itu harus tetap ada tapi hanya sebatas di lapangan. Lihatlah Barcelonista dan 
Madridista, permusuhan mereka hanya di lapangan atau pun sebatas di website, hanya saling ejek. Tak pernah ada bentrok fisik, suporter bisa datang ke Madrid atau Barcelona. Tak pernah ada bentrokan. Atau lihat antara Milanisti dan Interisti. Saat Milan tak lolos Liga Champions, Interisti sangat puas dan mengejek AC Milan. Saat musim ini Milan tanpa 
gelar, Interisti membentangkan spanduk Milan Merda (merda= ejekan bahasa Italia) dan juga Zero Tituli (nol gelar) untuk mengejek Milan bukan mengejek Milanisti. Tapi mereka tetap bisa hidup rukun dalam satu kota. Bahkan saat derby berlangsung jarang sekali sada bentrokan. Kedua suporter bisa menonton dengan tenang. 

Mengapa begitu? Karena di luar negeri berbeda dengan di sini. Di saana yang dibenci klubnya, kalo di sini yang dibenci suporternya. Interisti membenci AC Milan dan Juventus 
tapi tidak membenci Milanisti dan Juventini. Bisa diliat di FB pun ada grup anti Juventus dan antiMilan bukan anti Milanisti ataupun anti juventini. Kalo di kita yang dibenci lebih pada suporternya bukan pada klubya. Ada grup anti Viking, anti Jakmania. Bukan anti Persija atau anti Persib. 

Siapa yang tidak tahu perseteruan antara viking (suporter persib) vs jakmania (suporter persija)? Tentang awal mula dan sejarahnya, setiap kubu memiliki versi cerita dan statment masing-masing, dimana rata-rata memiliki perbedaan. Statment di atas 
adalah salah satu statment yang sedikit kontroversial, tapi bagaimana cara kita memandangnya mudah-mudahan kearah positif. tak sedikit orang atau kubu tertentu terprovokasi oleh statment tertentu yang mengakibatkan ke arah perpecahan atau kerusuhan yang mengakibatkan kerugian, bahkan kerugian dipihak-pihak yang tidak terlibat. 

Mari kita berfikir pintar

Share:


Sejarah PERSIB

1940-1933
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiyxa3DmOUvjNA76YJaXe0G6SCKp7d4V63X3D7WNoJ-ia3EIhu39ijl1Q8zMZ__jEmXO2EC40c4mdZcEI5Zqs1Aou5Zfsuv9WYCKwnE5in8s-Am41Xz_Gh4A0E-eBsOChCkJFHB-ivh5YM/s320/1940-1933.jpgSebelum lahir nama Persib, pada tahun 1923 di Kota Bandung berdiri Bandoeng Inlandsche Voetbal Bond (BIVB). BIVB ini merupakan salah satu organisasi perjuangan kaum nasionalis pada masa itu. Tercatat sebagai Ketua Umum BIVB adalah Syamsudin yang kemudian diteruskan oleh putra pejuang wanita Dewi Sartika, yakn i R. Atot.
BIVB kemudian menghilang dan muncul dua perkumpulan lain bernama Persatuan Sepak bola Indonesia Bandung (PSIB) dan National Voetball Bond (NVB). Pada 14 Maret 1933 kedua klub itu sepakat melebur dan lahirlah perkumpulan baru yang bernama Persib yang kemudian memilih Anwar St. Pamoentjak sebagai ketua umum. Klub- klub yang bergabung ke dalam Persib adalah SIAP, Soenda, Singgalang, Diana, Matahari, OVU, RAN, HBOM, JOP, MALTA, dan Merapi. Setelah tampil tiga kali sebagai runner up pada Kompetisi Perserikatan 1933 (Surabaya), 1934 (Bandung), dan 1936 (Solo), Persib mengawali juara pada Kompetisi 1939 di Solo.

1969-1941
Setelah Indonesia merdeka, pada 1950 digelar Kongres PSSI di Semarang dan Kompetisi Perserikatan. Persib yang pada saat itu dihuni oleh Aang Witarsa, Amung, Andaratna, Ganda, Freddy Timisela, Sundawa, Toha, Leepel, Smith, Jahja, dan Wagiman hanya mampu menjadi runner-up setelah kalah bersaing dengan Persebaya Persebaya.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj-bQ_fUwtHMcqsyN4XNRkwd7CaWw2lGKm9M5BPxTmNVUtQRxdDxqL5k53nsCBGkYKF3BY3Q64mbNlwWmCKEYUPUIiDUsG0JBFcbbds27OPSsRiUxMQq2Lku6COd-i9XDlvnpcVqingBjw/s320/header69-4.jpgPada tahun 50-an Aang Witarsa dan Anas menjadi pemain asal Persib pertama yang ditarik bergabung dengan tim nasional Indonesia untuk bermain di pentas Asian Games 1950.
Prestasi Persib kembali meningkat pada 1955-1957. Munculnya nama-nama seperti Aang Witarsa dan Ade Dana yang menjadi wakil dari Persib di tim nasional untuk berlaga di Olimpiade Melbourne 1956. Pada ajang itu, tim nasional Indonesia berhasil menahan imbang Uni Sovyet sehingga memaksa diadakan pertandingan ulang yang berujung kekalahan telak untuk Indonesia dengan skor 4-0.
Persib makin disegani. Pada Kompetisi 1961 tim kebanggaan “Kota Kembang” itu meraih juara untuk kedua kalinya setelah mengalahkan PSM Ujungpandang. Materi pemain Persib saat itu adalah Simon Hehanusa, Hermanus, Juju (kiper), Ishak Udin, Iljas Hadade, Rukma, Fatah Hidayat, Sunarto, Thio Him Tjhaiang, Ade Dana, Hengki Timisela, Wowo Sunaryo, Nazar, Omo Suratmo, Pietje Timisela, Suhendar, dll. Karena prestasinya itu, Persib ditunjuk mewakili PSSI di ajang kejuaraan sepakbola “Piala Aga Khan” di Pakistan pada 1962. Bintang Persib saat itu juga telah lahir Emen “Guru” Suwarman.
Setelah itu, prestasi Persib mengalami pasang surut. Prestasi terbaik Persib di Kompetisi perserikatan meraih posisi runner up pada 1966 setelah kalah dari PSM di Jakarta.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhl-DvMkXFW-vObtBdJbwdV1VwLrKhPW81u58Vwird7R-pu2oFl2lLq5YM19_LGMbGclsXMwoH2U-5iMGr_0ebEucx4Aawr9LUgrYAxFXHQvwIWIn-DGbrHSeEytyWseBi0wlpXkHsgNMs/s320/header_1985a.jpg

1985-1970
Pada tahun 70-an, Persib mengalami masa sulit dan miskin gelar. Namun, Max Timisela, yang menempati posisi gelandang menjadi langganan tim nasional. Puncaknya pada Kompetisi Perserikatan 1978-1979, Persib terdegradasi ke Divisi I.

Kondisi itu membuat para pembina Persib berpikir keras untuk melakukan revolusi pembinaan. Dipersiapkanlah tim junior yang ditangani pelatih Marek Janota (Polandia). Kemudian, tim senior diarsiteki Risnandar Soendoro. Gabungan pemain junior dan senior ini membuahkan hasil karena Persib berhasil promosi ke Divisi Utama dengan materi pemain seperti Sobur (kiper), Giantoro, Kosasih B, Adeng Hudaya, Encas Tonif, dll.

Hasil polesan Marek ini lahirlah bintang-bintang Persib seperti Robby Darwis, Adeng Hudaya, Adjat Sudrajat, Suryamin, Dede Iskandar, Boyke Adam, Sobur, Sukowiyono, Iwan Sunarya, dll. Hasil binaan Marek ini membawa Persib lolos ke final bertemu PSMS pada Kompetisi Perserikatan 1982-1983 dan 1984-1985. Dua kali Persib harus puas sebagai runner up setelah kalah adu penalti. Pada final 1984-1985 mencatat rekor penonton karena membeludak hingga pinggir lapangan. Dari kapasitas 100.000 tempat duduk di Stadion Senayan, jumlah penonton yang hadir mencapai 120.000 orang.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMJGrEWHYKoRqXwIt5ZgDL9wcR8bvXQu1XISK2KdzGD05C1iR0PcjGRmjGGhNsKFsgKJb6Nj0J-VKOffLKhjO0fSiH5jHbDj7u8IRkwc8VsIGVzDxwJovsCWAWl_VARGst8K7VinvLBWE/s320/header90-86a.jpg1990-1986
Pada tahun 1985 Ateng Wahyudi menjadi ketua umum Persib menggantikan Solihin GP. Harapan yang dinantikan meraih juara kembali akhirnya terwujud. Pada Kompetisi Perserikatan 1986, Persib yang ditangani pelatih Nandar Iskandar meraih juara setelah di final mengalahkan Perseman Manokwari 1-0 melalui gol tunggal Djadjang Nurdjaman, di Stadion Senayan. Materi pemain Persib saat itu masih hasil polesan Marek Janota seperti Sobur, Boyke Adam (kiper), Robby Darwis, Adjat Sudrajat, Sukowiyono, Yana Rodiana, Adeng Hudaya, Sarjono, Iwan Sunarya, Sidik Djafar, dll.

Prestasi Persib masih tergolong stabil. Meski gelar itu lepas ke tangan PSIS pada Kompetisi 1987 dan Persebaya pada 1988, Persib masih berlaga di Senayan. Persib kembali meraih gelar juara pada Kompetisi 1990 setelah mengalahkan Persebaya 2-0 melalui gol bunuh diri Subangkit, dan Dede Rosadi. Saat itu, Persib yang ditangani pelatih Ade Dana dengan asisten Dede Rusli dan Indra Thohir diperkuat: Samai Setiadi (kiper), Robby Darwis, Adeng Hudaya, Ade Mulyono Asep Sumantri, Nyangnyang/Dede Rosadi, Yusuf Bachtiar, Sutiono Lamso, Adjat Sudrajat, Dede Iskandar, Djadjang Nurdjaman.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUnlpaeSUbg5Jb8CieQMMQu2H3CmylDdVoi6Ak27RNpT90gKh7Sb5oRxPgNllQtxAZ1QPu5AlhTxKxyj_euzRU-XK87a5FbmpoUOhH04KsI2f2iCwCE4H3PyZaiG3qP-drPrdD7dmyw88/s320/header94-91.jpg

1994-1991
Pada Kompetisi 1991-1992, Persib gagal mempertahankan gelar setelah kalah 1-2 dari PSM di semifinal, dan 1-2 dari Persebaya pada perebutan tempat ketiga dan keempat. Pada tahun 1993 Wahyu Hamijaya dipilih menjadi ketua umum Persib menggantikan Ateng Wahyudi. Pada kompetisi penutup Perserikatan 1993-1994 Persib meraih gelar juara setelah di final mengalahkan PSM 2-0 melalui gol Yudi Guntara dan Sutiono Lamso. Persib pun berhak membawa pulang Piala Presiden untuk selamanya karena kompetisi berikutnya berubah nama menjadi Liga Indonesia, yang pesertanya dari Galatama dan Perserikatan.

Saat merebut gelar juara Kompetisi Perserikatan terakhir, trio pelatih yang menangani Persib adalah Indra Thohir, Djadjang Nurdjaman, dan Emen “Guru” Suwarman. Materi pemainnya, yakni Aris Rinaldi (kiper), Robby Darwis, Roy Darwis, Yadi Mulyadi, Dede Iskandar, Nandang Kurnaedi, Yusuf Bachtiar, Asep Kustiana, Sutiono Lamso, Kekey Zakaria, Yudi Guntara.

Persib kembali mencatatkan namanya dalam sejarah kompetisi Liga Indonesia. Persib berhasil mencapai final dan menggengam trofi juara dengan menaklukkan Petrokimia Putra dihadapan lebih kurang 80.000 penonton di partai final dengan skor 1-0 melalui gol Sutiono Lamso pada menit ke-76. Sorai-sorai pun bergemuruh di Stadion Utama Senayan Jakarta. Saat itu, Persib ditangani trio pelatih Indra Thohir, Djadjang Nurdjaman, Emen “Guru” Suwarman. Persib menggunakan formasi 3-5-2 dengan materi pemain adalah Anwar Sanusi (kiper), Robby Darwis, Yadi Mulyadi, Mulyana (belakang). Dede Iskandar (kanan), Nandang Kurnaedi (kiri), Asep “Munir” Kustiana, Yusuf Bachtiar, Yudi Guntara/Asep Sumantri (gelandang), Kekey Zakaria, Sutiono Lamso (depan).
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgDltPYmoTot5ZUAKlB49iWaxZmdqNKFHgsRDFu5tgYCQh36lVF522q7x_ZMo4b1u0Q5bgAh-t5aWM_6QUi4p9sPf2DydYA-oRwuK7QOzOFIXHEyPkHIGq8z4qcY94FREefrHHS9oX-mN8/s320/persib-vs-ac-milan-2.jpg

2009-1995
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEia0vlBV2fdAsUZoKOAISdxS4O1wH54-5Mn25FT1xPrIc3RycEHJ7O-h1lZFV18N_qcyZObi_S487u9zb813UrySjx_D_5oEcWu9i6TQZej4guiyP6n8xdUSSNdfrbw2MhRlehcm2Lm3rU/s320/persib-vs-persita-histori.jpgSetelah meraih juara Liga Indonesia I 1994-1995, prestasi Persib mulai menurun. Akan tetapi, dalam kompetisi internasional prestasinya cukup mengesankan karena sempat berlaga sampai perempat final Piala Champion Asia. Namun di tanah air Persib harus merelakan trofi Piala Liga Indonesia jatuh ke tangan saudara se-kota Tim Mastrans Bandung Raya yang akhirnya menjadi juara Liga Indonesia II.

Ternyata perjalanan Persib dalam mengarungi Liga Indonesia tidak berjalan sesuai yang diharapkan. Meski perombakan di tubuh Persib kerap terjadi, belum juga menuai hasil maksimal, bahkan Persib sempat terancam terdepak dari kompetisi Liga Indonesia karena kerap di posisi papan bawah. Pada Liga Indonesia VII/2001 diarsiteki pelatih Indra Thohir dan Deny Syamsudin, Persib bisa lolos ke babak “8 Besar” di Medan, tetapi akhirnya gagal ke semifinal. Pergantian pelatih pun dilakukan termasuk dengan mendatangkan dari Polandia, Marek Andrejz Sledzianowski pada Liga Indonesia IX/2003. Namun, Marek Sledzianowski tidak seberuntung seniornya, Marek Janota. Sledzianowski diganti di tengah jalan karena Persib terseok-seok di papan bawah. Untuk menghindari jurang degradasi, pengurus Persib mendatangkan pelatih asing asal Cile, Juan Antonio Paez. Upaya ini berhasil dan Paez dipertahankan hingga Liga Indonesia X/2004.

Pada Liga Indonesia XI/2005, Indra Thohir kembali dipanggil. Namun, Persib harus puas di peringkat lima. Kompetisi berikutnya, Risnandar Soendoro dipercaya menjadi pelatih. Namun, dia hanya bertahan hingga dua pertandingan awal kandang setelah kalah dari PSIS dan Persiap di Stadion Siliwangi Bandung dan posisinya diganti Arcan Iurie Anatolievici. Pelatih asal Moldova itu kembali dipertahankan untuk menukangi Persib pada Liga Indonesia XIII 2007. Saat itu, Persib sudah diprediksi bakal meraih gelar juara karena pada paruh musim tampil sebagai pemuncak klasemen Wilayah Barat dan memenangkan duel dengan PSM sebagai pemuncak klasemen Wilayah Timur.

Akan tetapi, pada putaran kedua, Persib terpeleset dan prestasinya menurun sehingga menempati peringkat kelima dan gagal lolos ke babak “8 Besar”. Pada Kompetisi Liga Super Indonesia I/2008-2009 untuk kali pertama Persib diracik pelatih dari luar Bandung. Jaya Hartono (Medan), yang membawa Persik Kediri menggondol Piala LI IX/2003 dipanggil untuk meracik Persib. Sayangnya, Persib harus puas menempati peringkat tiga dalam kompetisi yang menggunakan format satu wilayah itu. Pada Liga Super Indonesia II/2009-2010, Persib yang masih ditangani Jaya Hartono kemudian diganti asistennya Robby Darwis pada putaran kedua kompetisi hanya menempati peringkat keempat klasemen akhir

Share:

jam

BTemplates.com

Diberdayakan oleh Blogger.

About